Sunday, January 19, 2014



Natal
Dibuat oleh : Dian Berdianti

Hai aku Viollina Dermawan, panggil saja aku Vio dan yap, aku adalah pemain biola.bisa dibilang aku handal memainkan alat musik yang satu. Aku mewarisi keahlian satu itu dari ayahku, Agus Dermawan. Siapa yang tidak mengenal beliau? Pemain biola yang paling terkenal, baik hati, tidak sombong, dan beliau sangatlah berkharisma. Semua orang mengakui itu. Beliau juga suka sekali membantu orang-orang yang berkekurangan. Aku sangat iri dengan beliau karena beliau dapat melakukan hal-hal seperti itu sedangkan aku tidak. Daripada harus bag-bagi tuh uang, lebih baik uangnya ku gunakan untuk beli biola baru atau apa kek. Tapi papa selalu bisa menyisihkan egonya. Aku bangga terhadap beliau.
Berlainan dengan biola,aku sangat membenci Natal. Kalau ditanya kenapa, ya karena itu Natal. Aku benci Natal. SANGAT. Itu karena Natal beberapa tahun yang lalu telah merebut orang yang sangat ku cintai. Orang yang sangat ku butuhkan untuk bertahan hidup dan dia jugalah orang yang membawaku ke dunia ini. Dia yang berjuang agar aku ada di dunia ini. Ya, dia adalah ibuku. Orang yang paling aku cintai.
Dahulu kala, disaat aku masih kecil dan tentunya sebelum mama meninggal aku sangat menyukai Natal bahkan menyilang hari demi hari hingga hari Natal. Aku bahkan menunggu detik-detik pergantian hari menuju Natal namun sekarang semua tinggal kenangan. Mungkin Tuhan mau ngingetin kalau gak boleh terlalu terobsesi dengan suatu hal. Sekarang aku mengerti kalau terobsesi pada satu hal sampai sebegitunya gak ada lagi gunanya jadi aku berhenti melakukan hal itu dan 1 lagi. Aku membenci orang yang melakukan hal seperti yang ku lakukan dulu dan aku membenci orang yang bahagia dengan Natal karena Natal adalah mimpi buruk untukku. Bagaimana mungkin mereka berbahagia diatas kematian ibuku? Walaupun tak secara langsung tapi tetap sajakan?
Dan aku mengenal orang itu. orang yang berbahagia dengan adanya natal dan dia melakukan hal yang ku lakukan dulu. Namanya Riko Hermawan. Dia satu sekolah denganku, kami bersekolah disalah satu sekolah musik terbesar di Jakarta. Awalnya,aku tertarik dengan dia karena dia adalah pianist yang dibanggakan di sekolah kami. Dia tampan, pintar, jago olahraga, ramah, pokoknya perfect. Tapi sejak tau dia menyukai natal, aku langsung membenci dia detik itu juga.
Jika biasanya kami saling menyapa, kali ini tidak. Aku akan pura-pura tidak melihat dia. Tapi, entah kenapa dia tetap menyapaku. Tapi aku tidak menyapanya kembali. Jujur, aku tidak suka seperti itu tapi, aku membenci orang-orang yang berbahagia di hari kematian ibuku. Itu menyakitkan. SANGAT!
Hingga suatu hari, lebih tepatnya pada hari Natal….
Hari ini kami masuk sekolah untuk glady bersih untuk acara sekolah beberapa hari lagi.
“Pagi Vio…” sapa Riko.
Aku hanya berjalan terus tanpa mengindahkan sapaannya. Tapi tidak seperti biasanya, kali ini dia mengejarku lalu menyamakan langkahnya denganku.
“Hari ini kamu ada acara gak?” tanyanya.
“Ada.” Jawabku singkat.
“Acara apa? Padahal aku pengen ngajak kamu ke konser Yiruma.”ajaknya.
“Ziarah ke makam mama.” Jawabku lagi.
Tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Sedangkan aku terus berjalan tanpa memperdulikannya. Lagi-lagi dia mengejarku. Kali ini dia menarik tanganku dan membuatku terpaksa menatap matanya yang ternyata berwarna abu-abu bukan hitam. Mata itu membuatku terpaku dan sadar bahwa aku…. Aku tak pernah membencinya. Aku tetap mengagumiku tapi keegoisanku membuat rasa itu tertimbun tapi rasaitu tak pernah hilang.
“Apaan sih kamu!”aku melepaskan genggaman tangannya karena wajahku sudah terbakar.
Dia berlutut dan meraih tanganku lalu berkata, “Vi, will you be my music?”
Aku menghentakkan tanganku untuk lepas dari genggaman tangannya.
“Kamu apaan sih?! Aku gak mau!” tolakku mentah-mentah.
Dia berdiri dan menatap mataku.
“Sekarang aku ngerti kenapa kamu gak suka Natal. Aku pikir itu cuman issue ternyata kamu benar-benar tidak suka Natal. Sekarang aku tau alesannya kamu gak suka Natal karena mama kamu meninggal di hari Natal kan?” jelasnya.
Aku terpaku.
“Vi, kamu beruntung masih punya papa. Kamu harus tau, tepat di hari ini juga kedua orangtuaku meninggal.”katanya lagi.
Kali ini aku sungguh terkejut.
“Bohong..” ucapku lirih.
“Enggak Vi, aku gak bohong… Makanyaa..” Dia meraih tanganku danl anjutnya, “Let’s change this day into the most beautiful day of the year Vi… So once more, will you be my music Vi?”
Aku mengangguk.
Thanks Vi.” Katanya sambil memelukku. “Jangan pernah membenci hari ini lagi ya…” lanjutnya.
Aku mengangguk lagi. Speechless.
Mulai dari hari itu, tanggal 25 Desember di koridor sekolah disaksikanoleh dinding-dinding bisu, aku kembali jatuh cinta pada Natal karena Natal membawa kebahagiaan.

No comments:

Post a Comment