Gadisku
Oleh: Dian Berdianti
Jessica Jezzie, nama gadis itu. Gadis yang selalu
memenuhi setiap rongga di otakku, gadis yang menempati ruang khusus di hatiku,
gadis yang selalu bisa membuatku tertawa saat melihat tingkahnya, gadis yang
bisa membuatku tersenyum ketika aku mengingatnya atau ketika bayangan dirinya
terlintas di benakku, gadis yang mengubahku, gadis yang membuatku gila, gadis
yang membuatku menangis, gadis yang membuatku merenung selama bertahun-tahun,
gadis yang membuatku menyesali tindakanku, dan dia adalah gadis yang membuatku
melajang hingga saat ini.
“Zie, kamu mau jalan kemana nih hari ini?” ku bertanya
pada gadisku.
“Gak mau keman-mana Yo. Hari ini kita di rumah aja ya,
lagi gak mood ngapa-ngapain.”
Jawabnya sambil selonjoran di sebelahku.
Aku menoleh dan mengamati wajahnya.
“Kenapa liat-liat?” Tanya gadisku.
“Ya ampun Zie, apa sih salahnya? Toh cewekku ini,
daripada aku ngeliatin cewek lain? Hayoo..” godaku.
Dia menatap tajam ke arahku.
“Bercanda Zie..” ucapku sambil mencubit kedua pipinya.
“Sakit tau..” erangnya.
Ku lepas cubitan di pipinya, lalu menatapnya tepat di
manik matanya.
“I love you
Zie..” ucapku.
“Heh.. love you,
love you-an mulu. Pada gak laper?” goda seorang wanita paruh baya dari meja
makan.
“Mama..” protes gadisku.
“Udahlah Zie, gak papa. Yuk makan aja.” Aku menengahi.
Aku berdiri dan membantu gadisku untuk berdiri. Kita
berdua berjalan ke meja makan.
Di meja makan, wanita paruh baya yang menggodaku dan
gadisku tadi berdiri sambil tersenyum ke arah kami.
“You guys look
very happy.” Goda wanita paruh baya itu lagi.
“Mama nih kayak gak pernah muda aja loh..” jawab
gadisku dengan wajah yang bersemu.
Aku tidak menjawab apa-apa, aku hanya tersenyum malu.
“Yo wes, sekarang kita makan aja.” Ucapnya sambil
memberikanku piring yang berisi nasi putih.
“Thanks
tante.” Ucapku ketika menerima piring itu.
“Ya ampun, Aryo. Masih aja manggil tante. Panggil mama
aja. Apa sih susahnya panggil mama?” keluh wanita paruh baya itu.
“Aduh ma, jangan dipaksa dong. Namanya orang belum
terbiasa.” Bela gadisku sambil mengambil piring yang disodorkan padanya.
“Udah deh, kalian berantem terus. Iya, aku coba
panggil mama deh ya.” Aku menengahi, lagi.
Ini bukan kali pertama terjadi. Gadisku dan ibunya
memang sering berselisih paham. Bahkan dalam hal-hal kecil sekalipun. Mereka
memang sering berselisih paham tapi mereka sama sekali tidak pernah bertengkar
besar-besaran. Maksudku hingga memaki satu sama lain. Yah, if you know what I mean.
Kamipun makan dengan tenang. Jujur sebenarnya aku
heran bukan main. Biasanya mereka akan sibuk berdebat sementara aku akan sibuk
makan sambil mengamati dan aku akan menengahi jika mereka berdebat terlalu
panjang. Tapi bagus bukan? Kemajuan yang bagus.
“Ma, aku sama Aryo udah selesai makan. Kita mau
ngobrol bentar ya jangan diganggu.” Kata gadisku serius.
Nampaknya dia memang sedang ingin berdua denganku
tanpa gangguan dari siapapun. Bukan berarti ibu dari gadisku tercinta ini
pengganggu. Tapi.. yah, If you know what
I mean.
“Ayo, Yo ke kamar aja.” Kata gadisku sambil menarikku
ke kamarnya.
Aku pasrah saja. Sebenarnya gak pasrah pasrah banget
sih. Tapi yah, kakiku akan melangkah ke tempat manapun yang gadisku pinta.
Jangankan ke kamar, ke jurangpun aku mau! Asal besama gadisku, aku mau.
“Weits!!” elakku spontan.
Barusan sebuah bantal berbentuk love berwarna pink hampir
saja mengenai wajaku. Dan sudah dapat diduga oknum kejahatan ini siapa. Karena
di ruangan ni hanya ada kita berdua.
“Jessica Jezzie!” panggilku geregetan.
“Apa?” tanyanya dengan muka polos.
“Kamu tuh ya..” ucapku sambil mendekati gadisku.
Aku mengelitikinya sampai dia berguling-guling di atas
kasur sambil tertawa bebas.
“Ampun Yo..!” kata gadisku di sela-sela tawanya.
Aku tidak menghiraukannya dan tetap mengelitikinya.
“Aryo.. please..” pinta gadisku lagi-lagi di sela
tawanya.
Aku berhenti mengelitikinya.
“Ah..” ucapnya lega dengan napas yang belum stabil.
“Makanya, jangan usil.” Kataku sambil mengelus-elus
rambutnya.
“Ha..bisnya, kamu sih dipanggil gak nyaut!” jelasnya
dengan napas yang mulai stabil.
“Ya elah, sorry.”
“Iya, iya..” jawabnya sambil tersenyum.
Gadisku bangun dari tempat dia tidur tadi dan sekarang
dia sudah menjadikan pahaku bantal. Dia memejamkan matanya dan aku
mengelus-elus rambutnya lembut. Wajahnya begitu menggemaskan, begitu damai.
“Yo..” panggilnya tiba-tiba, masih dengan mata
tertutup.
Aku terkejut karna ku pikir dia sudah tertidur.
“Ya, cantik?” jawabku.
Dia terdiam sebentar. Membuka matanya lalu berkata,
“Aku punya tantangan buat kamu.”
“Tantangan? Tantangan apa?” tanyaku dengan raut wajah
kebingungan.
“Aku cuma mau nge-tes aja. Apa kita bisa hidup tanpa
satu dengan yang lainnya atau enggak. Cuma sehari aja kok.” Jelas gadisku.
“Hmm, apa itu?” tanyaku tampak ragu.
“Gampang saja, no
calling, no texting, no mention, no DM, no hanging out together, don’t go to
each other house.” Sebutnya.
“Ha?!” aku menganga dibuatnya.
“Cuma 1 hari kok Yo..” katanya lagi.
Aku berpikir keras.
“Hmm, well okay..”
aku akhirnya menyetujui.
“Okay, besok
ya. Deal?” dia mengulurkan tangannya.
Aku tampak ragu, tapi akhirnya ku jabat juga
tangannya.
“Well, berhubung
udah sore, lebih baik kamu pulang. Pulang malem-malem itu bahaya loh.. mana
lagi marak-maraknya kecelakaan lagi, gih pulang.” Gadisku memperingatiku.
“Iya bawel, aku pulang ya.” Ucapku sambil bangkit
berdiri.
Dia ikut berdiri. Aku memeluk erat tubuhnya dan
berkata “I’m gonna miss you princess.”
“Me too..” ucapnya yang entah kenapa terdengar sangat
lirih di telingaku.
Aku melepas pelukan kita dan mencium puncak kepalanya.
“Aku pulang ya, sampai ketemu lusa.” Pamitku.
Dia mengangguk.
Lalu pulanglah aku sore itu. Sesampainya di rumah aku
langsung menge-line dia hingga larut
malam namun sesuai perjanjian, tepat pada pukul 12 malam di atas 00.00 semua
jenis komunikasi antara kita harus disudahkan.
Lagi seru-serunya ngobrol sama dia, tiba-tiba dia
berhenti membalas chat-ku. Dia hanya
membacanya saja. Aku heran. Tapi, ketika aku melihat jam yang sama yang tertera
di iPhone kesanyanganku ini, aku pun
segera mengerti. Sekarang jam 00.05 dan itu artinya “A Day Without Jessica Jezzie” dimulai.
Karena bosan, aku pun memutuskan untuk tidur. Aku
bangun jam 9 lebih 50 menit. Yap, jam bangunku ketika libur. Biasanya, aku akan
mandi dan pergi ke rumah gadisku. Tapi, berhubung hari ini aku tidak boleh
berkomunikasi dengannya, maka aku pun kembali berbaring. Aku mengambil ponselku
dan mengecek apakah ada line atau BBM atau SMS atau apapun, tapi hasilnya
nihil. Aku menaruh kembali ponselku. Rumah pun sepi karena kedua orangtuaku
sedang pergi ke Singapura.
Sunguh membosankan. Akhirnya aku memutuskan untuk
mandi. Selesai mandi, aku kembali ke kasurku tapi kali ini dengan laptop. Aku
menyalakan laptop dan memutuskan untuk bermain DOTA. Memang membosankan sekali
kalau libur semesteran gini apa lagi tanpa gadisku.
Aku pun bermain hingga jam 5 sore dan merasa lapar
maka aku keluar kamar dan membuat sebungkus mie instan lalu segera melahapnya
hingga tuntas. Aku mandi dan kembali bermain DOTA hingga jatuh terlelap.
Keesokan harinya, seperti biasa, aku bangun jam 9
lebih 50. Bergegas mandi karena hari ini aku bisa bertemu kembali dengan
gadisku.
Setelah siap, aku pun menaiki motor ninja merah
kesayanganku. Aku bersenandung ria hingga memasuki perumahan gadisku itu.
Awalnya aku tidak sadar, tapi sekarang aku sadar kenapa ada begitu banyak
bendera kuning? Siapa yang meninggal?
Hingga tibalah aku di rumah gadisku. Tempat semua
bendera kuning itu berhenti. Aku segera turun dari motor dan berlari masuk dan
terpukulah aku ketika aku melihat gadisku terbaring kaku dengan balutan kain
coklat dan mata terpejam juga hidung yang tertutup kapas dan wajah putih pucat.
Aku menghampirinya, menggenggam tangannya lalu
menangis sejadi-jadinya.
“Zie, bangun Zie bangun!!” raungku.
Bella, mama Zie menghampiriku dan mengelus bahuku.
“Sabar Yo, sabar..”
“Kenapa bisa gini?!” bentakku.
“Kamu tenang dulu, yuk cerita di sana aja.” Bella
menyeretku ke sebuah pojokan.
“Yo, kamu yang sabar. Zie udah tau kalau dia bakal
meninggal.” Jelas Bella.
“Maksudnya?” aku tak mengerti.
“Kemarin dia pamit ke tante untuk membeli buku harian
karena diary-nya sudah habis tapi dia
tidak mau diantar siapapun. Maka dia pergi sendiri. Sebelum dia pergi dia
mencium tangan tante lama sekali. Dia juga memperingati tante untuk jaga diri
tapi tante tidak mengerti kode yang dia berikan itu. Kira-kira 2 jam setelah
kepergian dia, tante dapat telepon kalai Zie kecelakaan. Dia tertabrak dan
ketika tante sampai ke rumah sakit, Zie sudah tidak ada.” Jelas Bella.
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan Bella.
“Yo..” dia menepuk bahuku.
“Tante tau kamu merasa hampa. Tante juga, tapi 1 hal
yang pasti, dia udah bahagia di sana. Kamu juga harus bahagia dan ini tante
nemuin ini di kamar dia.” Dia menyerahkan sebuah CD yang ku genggam erat.
Aku berlari ke kamar Bella mengambil laptop dan sempat
terpaku sebentar. Background itu,
fotoku dengan Zie di Puncak bulan lalu. Aku pun memasukkan CD yang ku terima
tadi dan wajah Zie ku langsung memenuhi layar laptop.
“Hai jelek! Mukanya jelek banget sih ditekuk gitu.
Jangan sedihlah masih banyak yang lebih dari aku tau. Sebenernya bingung sih
kenapa bisa-bisanya aku buat video ini. Tapi entah kenapa pengen aja. Oh ya!
Congratz! Kamu berhasil ngelewatin one
day without Jessica Jezzie! Wah ternyata kuat ya kamu! Sekarang aku minta 1
hal lagi, lakuin itu lagi tapi kali ini lebih lama. Do it everyday. Love you Aryo,
always.”
Layar laptop menghitam dan air mataku menetes.
Love you
too Zie, always. Bahagia ya di sana, jangan tinggalin aku lagi. Aku tau kamu
sekarang di sana lagi merhatiin aku yang cengeng. Jagain aku dari sana ya Zie.
Aku sayang kamu Zie.