Tuesday, July 1, 2014

Berbagi Kisah



 Long time ago but not so long time ago. Sepasang laki-laki dan perempuan sedang duduk di atas pasir putih lembut menghadap laut dengan pemandangan matahari terbenam.

"Indah banget ya..." Celetuk sang wanita melihat indahnya matahari terbenam tersebut.

Laki-laki tersebut mengangguk menyetujui. Walau si wanita itu tak melihat anggukannya namun dalam hati ia yakin laki-laki yang duduk di sebelahnya ini sedang mengangguk menyetujui perkataannya barusan.

"Andai kita bisa nikmatin ini terus ya, Di." Sahut wanita itu kepada sang laki-laki yang disebut "Di" tadi.

Laki-laki itu tertegun mendengar perkataan itu akhirnya keluar dari mulut wanita yang sedang duduk di sebelahnya ini.

"Ardi..." Panggil sang wanita.

"Apa?" Jawab sang laki-laki yang bernama Ardi itu.

"Ngerasa gak sih, hubungan kita sekarang itu cuman nyakitin semua orang?"

Ardi menghela napas dan berkata, "Marsha, udah berapa kali aku bilang, gak ada yang tersakiti. Mereka cuman gak ngerti hubungan kita yang sekarang ini."

"Tapi kenapa harus sama kita sih terjadinya? 2 orang yang jelas-jelas saling cinta, saling sayang, saling peduli, saling mengerti, saling ngebutuhin satu dengan yang lainnya, dan saling ingin memiliki tapi terhalang ego dan kebohongan orangtua kita." Marsha berbicara dengan nada tenang yang mencekam.

"Sha.." Ardi mencoba mendinginkan suasana.

"Gak perlu nyoba nenangin suasana. Kamu tau jelas. Bahkan sangat jelas. Kamu bukan kakak kandung aku. Bukan sama sekali. Kamu adalah anak yang mama papa angkat dari sebuah panti di Bandung karena mama papa udah nyerah dan berpikir aku gak akan lahir. Namun apa?

Beberapa tahun kemudian aku lahir Di! Aku lahir diantara kalian! Kita tumbuh dewasa bersama dan kita tumbuh dengan rasa sayang yang makin hari makin besar dan makin jadi! Tanpa tau kalau salah satu dari kita bukanlah anak kandung orangtua kita. Betapa egoisnya mereka. Mereka ngasih tau kalau kita bukan saudara kandung ketika kita udah sama-sama frustasi sampe akhirnya kamu memutuskan untuk ninggalin aku dan menikah sama istri kamu sekarang.

Kamu pikir hati aku gak sakit Di? Sakit. Sakit banget. Aku cuma mencintai 1 laki-laki di hidup aku yaitu kamu. Namun apa yang terjadi? Aku bahkan gak bisa dapetin kamu secara utuh." Kata Marsha mencurahkan isi hatinya yang selama ini dia pendam.

"Sha... Kamu udah janji gak akan bahas ini lagi kan? Kenapa kamu bahas lagi?" Kata Ardi risih.

"Kenapa? Kamu risih? Apa iya kamu udah lupain aku sepenuhnya? Iya? Kamu maunya apa? Aku pergi? Aku lupain semuanya? Aku gak inget-inget lagi semua ini? Gitu?" Marsha memberondongnya dengan pertanyaan bertubi-tubi.

"Sha.. Nasi udah jadi bubur. Semua udah terjadi.. Kita gak bisa ngapa-ngapain lagi. Akupun gak mungkin menceraikan istriku. Kita baru saja menikah Sha. Aku harap kamu ngerti." Ardi menengahi.

"Kamu enak udah nikah. Aku? Mungkin aku gak akan pernah nikah. Aku gak bisa kalau tanpa kamu Di.

You don't know what I've been through. Kamu gak tau udah berapa banyak laki-laki yang aku kencani! Aku letih Di aku letih. Aku gak bisa menyayangi semua laki-laki itu kayak aku sayang sama kamu. Gak bisa. Bahkan aku gak tertarik dengan mereka. Gak peduli seberapa banyak aku udah mencoba aku tetep gak bisa." Jawabnya dengan tatapan terluka.

Ardi menatapnya dengan tatapan pilu. Bagaimana tidak, adik yang dia cintai dan lindungi sedari dulu sekarang menatapnya dengan tatapan terluka seperti itu. Ingin sekali rasanya memeluknya erat namun Ardi menahan semua hasratnya itu.

"Udahlah Sha, udah gak ada yang perlu diomongin. Aku pergi dulu. Istriku lagi hamil dan dia butuh aku." Ardi berkata sambil bangkit berdiri. Lalu membersihkan celana jeansnya dari pasir yang menempel.

Marsha hanya bergeming tanpa bergerak sedikitpun.

"Aku pergi Sha." Ucap Ardi dan pergi tanpa menoleh sedikitpun.

Marsha tetap tak bergerak. Duduk diam sendiri. Merasakan dinginnya angin yang bertiup seperti menghamtamnya.

Dia menatap matahari yang kini telah tiada terganti oleh langit gelap. Ternyata alampun berkonspirasi. Karena kejadian itu benar-benar mirip dengan yang dia rasakan sekarang. Mataharinya telah pergi yang ada hanyalah gelap yang mencekam di dalam hatinya. Namun apa daya. Sama seperti matahari yang harus rela pergi agar bulan bisa menunjukan keindahannya, Marshapun harus rela melepaskan Ardi untuk keluarganya.

Sakit. Namun ia tahu inilah yang terbaik. Sama-sama mengawali dan sama-sama mengakhiri. Menutup buku lama dan berharap mendapat buku baru lainnya untuk diisi dengan kisah indah lainnya.

Sunday, January 19, 2014



Gadisku
Oleh: Dian Berdianti

Jessica Jezzie, nama gadis itu. Gadis yang selalu memenuhi setiap rongga di otakku, gadis yang menempati ruang khusus di hatiku, gadis yang selalu bisa membuatku tertawa saat melihat tingkahnya, gadis yang bisa membuatku tersenyum ketika aku mengingatnya atau ketika bayangan dirinya terlintas di benakku, gadis yang mengubahku, gadis yang membuatku gila, gadis yang membuatku menangis, gadis yang membuatku merenung selama bertahun-tahun, gadis yang membuatku menyesali tindakanku, dan dia adalah gadis yang membuatku melajang hingga saat ini.
“Zie, kamu mau jalan kemana nih hari ini?” ku bertanya pada gadisku.
“Gak mau keman-mana Yo. Hari ini kita di rumah aja ya, lagi gak mood ngapa-ngapain.” Jawabnya sambil selonjoran di sebelahku.
Aku menoleh dan mengamati wajahnya.
“Kenapa liat-liat?” Tanya gadisku.
“Ya ampun Zie, apa sih salahnya? Toh cewekku ini, daripada aku ngeliatin cewek lain? Hayoo..” godaku.
Dia menatap tajam ke arahku.
“Bercanda Zie..” ucapku sambil mencubit kedua pipinya.
“Sakit tau..” erangnya.
Ku lepas cubitan di pipinya, lalu menatapnya tepat di manik matanya.
I love you Zie..” ucapku.
“Heh.. love you, love you-an mulu. Pada gak laper?” goda seorang wanita paruh baya dari meja makan.
“Mama..” protes gadisku.
“Udahlah Zie, gak papa. Yuk makan aja.” Aku menengahi.
Aku berdiri dan membantu gadisku untuk berdiri. Kita berdua berjalan ke meja makan.
Di meja makan, wanita paruh baya yang menggodaku dan gadisku tadi berdiri sambil tersenyum ke arah kami.
You guys look very happy.” Goda wanita paruh baya itu lagi.
“Mama nih kayak gak pernah muda aja loh..” jawab gadisku dengan wajah yang bersemu.
Aku tidak menjawab apa-apa, aku hanya tersenyum malu.
“Yo wes, sekarang kita makan aja.” Ucapnya sambil memberikanku piring yang berisi nasi putih.
Thanks tante.” Ucapku ketika menerima piring itu.
“Ya ampun, Aryo. Masih aja manggil tante. Panggil mama aja. Apa sih susahnya panggil mama?” keluh wanita paruh baya itu.
“Aduh ma, jangan dipaksa dong. Namanya orang belum terbiasa.” Bela gadisku sambil mengambil piring yang disodorkan padanya.
“Udah deh, kalian berantem terus. Iya, aku coba panggil mama deh ya.” Aku menengahi, lagi.
Ini bukan kali pertama terjadi. Gadisku dan ibunya memang sering berselisih paham. Bahkan dalam hal-hal kecil sekalipun. Mereka memang sering berselisih paham tapi mereka sama sekali tidak pernah bertengkar besar-besaran. Maksudku hingga memaki satu sama lain. Yah, if you know what I mean.
Kamipun makan dengan tenang. Jujur sebenarnya aku heran bukan main. Biasanya mereka akan sibuk berdebat sementara aku akan sibuk makan sambil mengamati dan aku akan menengahi jika mereka berdebat terlalu panjang. Tapi bagus bukan? Kemajuan yang bagus.
“Ma, aku sama Aryo udah selesai makan. Kita mau ngobrol bentar ya jangan diganggu.” Kata gadisku serius.
Nampaknya dia memang sedang ingin berdua denganku tanpa gangguan dari siapapun. Bukan berarti ibu dari gadisku tercinta ini pengganggu. Tapi.. yah, If you know what I mean.
“Ayo, Yo ke kamar aja.” Kata gadisku sambil menarikku ke kamarnya.
Aku pasrah saja. Sebenarnya gak pasrah pasrah banget sih. Tapi yah, kakiku akan melangkah ke tempat manapun yang gadisku pinta. Jangankan ke kamar, ke jurangpun aku mau! Asal besama gadisku, aku mau.
“Weits!!” elakku spontan.
Barusan sebuah bantal berbentuk love berwarna pink hampir saja mengenai wajaku. Dan sudah dapat diduga oknum kejahatan ini siapa. Karena di ruangan ni hanya ada kita berdua.
“Jessica Jezzie!” panggilku geregetan.
“Apa?” tanyanya dengan muka polos.
“Kamu tuh ya..” ucapku sambil mendekati gadisku.
Aku mengelitikinya sampai dia berguling-guling di atas kasur sambil tertawa bebas.
“Ampun Yo..!” kata gadisku di sela-sela tawanya.
Aku tidak menghiraukannya dan tetap mengelitikinya.
“Aryo.. please..” pinta gadisku lagi-lagi di sela tawanya.
Aku berhenti mengelitikinya.
“Ah..” ucapnya lega dengan napas yang belum stabil.
“Makanya, jangan usil.” Kataku sambil mengelus-elus rambutnya.
“Ha..bisnya, kamu sih dipanggil gak nyaut!” jelasnya dengan napas yang mulai stabil.
“Ya elah, sorry.”
“Iya, iya..” jawabnya sambil tersenyum.
Gadisku bangun dari tempat dia tidur tadi dan sekarang dia sudah menjadikan pahaku bantal. Dia memejamkan matanya dan aku mengelus-elus rambutnya lembut. Wajahnya begitu menggemaskan, begitu damai.
“Yo..” panggilnya tiba-tiba, masih dengan mata tertutup.
Aku terkejut karna ku pikir dia sudah tertidur.
“Ya, cantik?” jawabku.
Dia terdiam sebentar. Membuka matanya lalu berkata, “Aku punya tantangan buat kamu.”
“Tantangan? Tantangan apa?” tanyaku dengan raut wajah kebingungan.
“Aku cuma mau nge-tes aja. Apa kita bisa hidup tanpa satu dengan yang lainnya atau enggak. Cuma sehari aja kok.” Jelas gadisku.
“Hmm, apa itu?” tanyaku tampak ragu.
“Gampang saja, no calling, no texting, no mention, no DM, no hanging out together, don’t go to each other house.” Sebutnya.
“Ha?!” aku menganga dibuatnya.
“Cuma 1 hari kok Yo..” katanya lagi.
Aku berpikir keras.
“Hmm, well okay..” aku akhirnya menyetujui.
Okay, besok ya. Deal?” dia mengulurkan tangannya.
Aku tampak ragu, tapi akhirnya ku jabat juga tangannya.
Well, berhubung udah sore, lebih baik kamu pulang. Pulang malem-malem itu bahaya loh.. mana lagi marak-maraknya kecelakaan lagi, gih pulang.” Gadisku memperingatiku.
“Iya bawel, aku pulang ya.” Ucapku sambil bangkit berdiri.
Dia ikut berdiri. Aku memeluk erat tubuhnya dan berkata “I’m gonna miss you princess.”
“Me too..” ucapnya yang entah kenapa terdengar sangat lirih di telingaku.
Aku melepas pelukan kita dan mencium puncak kepalanya.
“Aku pulang ya, sampai ketemu lusa.” Pamitku.
Dia mengangguk.
Lalu pulanglah aku sore itu. Sesampainya di rumah aku langsung menge-line dia hingga larut malam namun sesuai perjanjian, tepat pada pukul 12 malam di atas 00.00 semua jenis komunikasi antara kita harus disudahkan.
Lagi seru-serunya ngobrol sama dia, tiba-tiba dia berhenti membalas chat-ku. Dia hanya membacanya saja. Aku heran. Tapi, ketika aku melihat jam yang sama yang tertera di iPhone kesanyanganku ini, aku pun segera mengerti. Sekarang jam 00.05 dan itu artinya “A Day Without Jessica Jezzie” dimulai.
Karena bosan, aku pun memutuskan untuk tidur. Aku bangun jam 9 lebih 50 menit. Yap, jam bangunku ketika libur. Biasanya, aku akan mandi dan pergi ke rumah gadisku. Tapi, berhubung hari ini aku tidak boleh berkomunikasi dengannya, maka aku pun kembali berbaring. Aku mengambil ponselku dan mengecek apakah ada line atau BBM atau SMS atau apapun, tapi hasilnya nihil. Aku menaruh kembali ponselku. Rumah pun sepi karena kedua orangtuaku sedang pergi ke Singapura.
Sunguh membosankan. Akhirnya aku memutuskan untuk mandi. Selesai mandi, aku kembali ke kasurku tapi kali ini dengan laptop. Aku menyalakan laptop dan memutuskan untuk bermain DOTA. Memang membosankan sekali kalau libur semesteran gini apa lagi tanpa gadisku.
Aku pun bermain hingga jam 5 sore dan merasa lapar maka aku keluar kamar dan membuat sebungkus mie instan lalu segera melahapnya hingga tuntas. Aku mandi dan kembali bermain DOTA hingga jatuh terlelap.
Keesokan harinya, seperti biasa, aku bangun jam 9 lebih 50. Bergegas mandi karena hari ini aku bisa bertemu kembali dengan gadisku.
Setelah siap, aku pun menaiki motor ninja merah kesayanganku. Aku bersenandung ria hingga memasuki perumahan gadisku itu. Awalnya aku tidak sadar, tapi sekarang aku sadar kenapa ada begitu banyak bendera kuning? Siapa yang meninggal?
Hingga tibalah aku di rumah gadisku. Tempat semua bendera kuning itu berhenti. Aku segera turun dari motor dan berlari masuk dan terpukulah aku ketika aku melihat gadisku terbaring kaku dengan balutan kain coklat dan mata terpejam juga hidung yang tertutup kapas dan wajah putih pucat.
Aku menghampirinya, menggenggam tangannya lalu menangis sejadi-jadinya.
“Zie, bangun Zie bangun!!” raungku.
Bella, mama Zie menghampiriku dan mengelus bahuku.
“Sabar Yo, sabar..”
“Kenapa bisa gini?!” bentakku.
“Kamu tenang dulu, yuk cerita di sana aja.” Bella menyeretku ke sebuah pojokan.
“Yo, kamu yang sabar. Zie udah tau kalau dia bakal meninggal.” Jelas Bella.
“Maksudnya?” aku tak mengerti.
“Kemarin dia pamit ke tante untuk membeli buku harian karena diary-nya sudah habis tapi dia tidak mau diantar siapapun. Maka dia pergi sendiri. Sebelum dia pergi dia mencium tangan tante lama sekali. Dia juga memperingati tante untuk jaga diri tapi tante tidak mengerti kode yang dia berikan itu. Kira-kira 2 jam setelah kepergian dia, tante dapat telepon kalai Zie kecelakaan. Dia tertabrak dan ketika tante sampai ke rumah sakit, Zie sudah tidak ada.” Jelas Bella.
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan Bella.
“Yo..” dia menepuk bahuku.
“Tante tau kamu merasa hampa. Tante juga, tapi 1 hal yang pasti, dia udah bahagia di sana. Kamu juga harus bahagia dan ini tante nemuin ini di kamar dia.” Dia menyerahkan sebuah CD yang ku genggam erat.
Aku berlari ke kamar Bella mengambil laptop dan sempat terpaku sebentar. Background itu, fotoku dengan Zie di Puncak bulan lalu. Aku pun memasukkan CD yang ku terima tadi dan wajah Zie ku langsung memenuhi layar laptop.
“Hai jelek! Mukanya jelek banget sih ditekuk gitu. Jangan sedihlah masih banyak yang lebih dari aku tau. Sebenernya bingung sih kenapa bisa-bisanya aku buat video ini. Tapi entah kenapa pengen aja. Oh ya! Congratz! Kamu berhasil ngelewatin one day without Jessica Jezzie! Wah ternyata kuat ya kamu! Sekarang aku minta 1 hal lagi, lakuin itu lagi tapi kali ini lebih lama. Do it everyday. Love you Aryo, always.”
Layar laptop menghitam dan air mataku menetes.
Love you too Zie, always. Bahagia ya di sana, jangan tinggalin aku lagi. Aku tau kamu sekarang di sana lagi merhatiin aku yang cengeng. Jagain aku dari sana ya Zie. Aku sayang kamu Zie.


Christmas Gift
Dibuat oleh : Dian Berdianti

            Seorang gadis mungil berambut sepunggung sedang tidur di kamarnya sambil asyik berkhayal tentang seorang laki-laki yang didambakannya untuk 5 bulan terakhir ini.
            Dia mengambil kalender yang ada di lemari kecil yang ada di sebelah tempat tidurnya dan berkata, “Duh, seru kali ya, kalo pas natal si Josua nembak gue.. Ck, ya Tuhan, I really want him to be my Christmas gift. Tapi kok mustahil banget ya, orang dianya cuek bebek gitu. Gak peka pula. Padahal kan gue udah kodein gitu! Pake lagu udah, pake kata-kata udah, semua udah deh tapi kenapa coba tetep  gak peka?! Dasar cowok ya… Ckck.”
            “Alice… Kamu ngomong sama siapa sayang?” tanya seorang wanita dari luar kamar.
            “Gak ngomong sama siapa-siapa kok Maaa..” sahut gadis yang bernama Aliceitu.
            “Ya usah, Alice tidur sekarang besok kan sekolaahhh..” jawab wanita yang tak lain dan tak bukan adalah ibu dari Alice, itu lagi.
            “Iya maaa…” sahut Alice lagi.
            “Ck, mama nih ganggu deh. Ya udah gue tidur deh daripada diamukin.” Ucapnya pada diri sendiri.
            Alicepun tertidur.
                                                                      ¥
            Esok paginya di sekolah
           
            “Pagiii…” sapa Alice pada kedua sahabatnya yaitu Lisa dan Dina.
            “Iyaa, pagii… “ sapa Lisa baik. Sedangkan Dina hanya membalasnya dengan anggukan kepala karena dia sedang mendengarkan musik.
            Dina kembali fokus pada handphone sedangkan Lisa dan Alice mengobrol.
“Lis, bentar lagi natal loh…” keluh Alice pada Lisa.
“Iya terus kenapa?” tanya Lisa.
“Ck, jadi sahabat gak ngerti dikit kek…Gue kan ngarep ditembak gitu pas nataaal. Kira-kira possible gak ya? Masalahnya dia kan cuek gitu mana tingkat kepekaannya tuh rendah banget.”Alice mulai putus asa.
“Duh, Aliiice, gak ada yang mustahil di mata Tuhan. Kalo dia emang yang terbaik pasti Tuhan bakal ngedeketin kalian kok. Mau dia cuek kek, tingkat kepekaanya rendah kek, pasti tetep Tuhan deketin kalau kalian jodoh.” Jelas Lisa.
“Kalian ngomogin siapa sih?” tanya seorang cowok tiba-tiba.
“Eh, Josua.... Biasalah cewek kita lagi ngomongin cowok gitu..” Lisa yang gerak refleknya tinggi langsung mengelak.
Alice hanya mengiyakan ucapan Lisa.
“Oh gitu itu si Dina tumben gak ikutan..” Tanya Josua lagi.
“Dia ngantuk kurang tidur makanya gitu.” Kali ini Alice yang menjawab.
Josua hanya manggut-manggut sambil bergabung dengan anak-anak cowok lain sedangkan Alice menatap punggung Josua dengan penuh harapan dan keyakinan bahwa laki-laki itu akan menjadikannya milik Josua ketika natal nanti. Sebagai wanita, yang bisa Alice lakukan hanya menunggu dan memberi Josua lampu hijau.
¥
            “Aduh.. Natal tinggal 3 jam lagi… Mana mungkin dia nembak aku…” ucap Alice dengan frustasi.
            Alice terus menatap jam di handphone-nya dengan frustasi.
            “Emang sih dia belakangan mulai berubah, jadi sering ngobrol, bercanda, dan lain-lain… Tapi gimana kalo dia cuman nganggepgue sahabat? Gak lebih dari itu? Ck, gimana nihhh?” Alice makin frustasi.
            Ketika melihat jam di handphone-nya lagi  dia berkata, “Selamat Natal Alice.”
            Tiba-tiba saja HPnya bunyi karena ada Line yang masuk.
            “Dari Josua!” pekik Alice.
“Merry Christmas ya Alice. GBU and WYATB. Jangan lupa kita besok jalan-jalan sama Lisa samaDina.” Alice membacanya dengan girang.
            Dengan segera Alice membalas, “Makasih, you too ya.. Sip deh..”
            Josua hanya membalasnya dengan “Oke :)
            “Senengnyaaa… Sekarang waktunya bobookk…” kata Alice girang sambil menarik selimut.
¥
            Keesokan harinya, Alice sudah duduk manis menunggu Josua menjemputnya. Mereka janjian bertemu Lisa dan Dina. Tak lama kemudian Josua datang. Alicepun keluar dan menemuinya.
            “Eh Jo, mau langsung berangkat?” tanya Alice.
            Bukannya menjawab Josua malah turun dari motornya dan memeberika sebuah kado dengan bungkusan bergambar Santa Clause.
“Buat aku?” tanya Alice dengan wajah bodoh.
“Iya buat kamu…” jawab Josua.
“Tapi aku gak nyiapin kado natal buat kamu loh Jo..” kata Alice dengan nada menyesal.
Lagi-lagi Josua tidak menjawab. Dia berlutut di depan Alice dan mengambil tangannya.
Alice terpaku melihatnya.
“Aku minta kado apa-apa kok. Tapi, 1 hal yang aku minta… Will you be my Christmas gift?” tanya Josua dengan wajah penuh harapan.
Alice membantu dia berdiri dan berkata, “Iya Jo,aku mau…”
Josua tersenyum penuh kemenangan.
“Bener?” dia bertanya lagi.
Alice mengangguk malu-malu.
Josua berteriak dan menari girang sedangkan Alice hanya tertawa melihat Josua yang dalam notabene pacarnya itu.
Memang benar kata Lisa bahwa Tuhan punya rencana akan setiap dari kita. Tuhan tidak akan langsung memberikan apa yang kita mau karena semua itu butuh proses. Maka bersabarlah karena semua akan indah pada waktunya.