Long time ago but not so long time ago. Sepasang laki-laki dan perempuan sedang duduk di atas
pasir putih lembut menghadap laut dengan pemandangan matahari terbenam.
"Indah banget
ya..." Celetuk sang wanita melihat indahnya matahari terbenam tersebut.
Laki-laki tersebut mengangguk
menyetujui. Walau si wanita itu tak melihat anggukannya namun dalam hati ia
yakin laki-laki yang duduk di sebelahnya ini sedang mengangguk menyetujui
perkataannya barusan.
"Andai kita bisa
nikmatin ini terus ya, Di." Sahut wanita itu kepada sang laki-laki yang
disebut "Di" tadi.
Laki-laki itu tertegun
mendengar perkataan itu akhirnya keluar dari mulut wanita yang sedang duduk di
sebelahnya ini.
"Ardi..." Panggil
sang wanita.
"Apa?" Jawab sang
laki-laki yang bernama Ardi itu.
"Ngerasa gak sih,
hubungan kita sekarang itu cuman nyakitin semua orang?"
Ardi menghela napas dan
berkata, "Marsha, udah berapa kali aku bilang, gak ada yang tersakiti.
Mereka cuman gak ngerti hubungan kita yang sekarang ini."
"Tapi kenapa harus sama
kita sih terjadinya? 2 orang yang jelas-jelas saling cinta, saling sayang,
saling peduli, saling mengerti, saling ngebutuhin satu dengan yang lainnya, dan
saling ingin memiliki tapi terhalang ego dan kebohongan orangtua kita." Marsha
berbicara dengan nada tenang yang mencekam.
"Sha.." Ardi
mencoba mendinginkan suasana.
"Gak perlu nyoba
nenangin suasana. Kamu tau jelas. Bahkan sangat jelas. Kamu bukan kakak kandung
aku. Bukan sama sekali. Kamu adalah anak yang mama papa angkat dari sebuah
panti di Bandung karena mama papa udah nyerah dan berpikir aku gak akan lahir.
Namun apa?
Beberapa tahun kemudian aku
lahir Di! Aku lahir diantara kalian! Kita tumbuh dewasa bersama dan kita tumbuh
dengan rasa sayang yang makin hari makin besar dan makin jadi! Tanpa tau kalau
salah satu dari kita bukanlah anak kandung orangtua kita. Betapa egoisnya
mereka. Mereka ngasih tau kalau kita bukan saudara kandung ketika kita udah
sama-sama frustasi sampe akhirnya kamu memutuskan untuk ninggalin aku dan
menikah sama istri kamu sekarang.
Kamu pikir hati aku gak sakit
Di? Sakit. Sakit banget. Aku cuma mencintai 1 laki-laki di hidup aku yaitu
kamu. Namun apa yang terjadi? Aku bahkan gak bisa dapetin kamu secara
utuh." Kata Marsha mencurahkan isi hatinya yang selama ini dia pendam.
"Sha... Kamu udah janji
gak akan bahas ini lagi kan? Kenapa kamu bahas lagi?" Kata Ardi risih.
"Kenapa? Kamu risih? Apa
iya kamu udah lupain aku sepenuhnya? Iya? Kamu maunya apa? Aku pergi? Aku
lupain semuanya? Aku gak inget-inget lagi semua ini? Gitu?" Marsha
memberondongnya dengan pertanyaan bertubi-tubi.
"Sha.. Nasi udah jadi
bubur. Semua udah terjadi.. Kita gak bisa ngapa-ngapain lagi. Akupun gak
mungkin menceraikan istriku. Kita baru saja menikah Sha. Aku harap kamu
ngerti." Ardi menengahi.
"Kamu enak udah nikah.
Aku? Mungkin aku gak akan pernah nikah. Aku gak bisa kalau tanpa kamu Di.
You don't know what I've been through. Kamu gak tau udah berapa banyak laki-laki yang aku
kencani! Aku letih Di aku letih. Aku gak bisa menyayangi semua laki-laki itu
kayak aku sayang sama kamu. Gak bisa. Bahkan aku gak tertarik dengan mereka.
Gak peduli seberapa banyak aku udah mencoba aku tetep gak bisa." Jawabnya
dengan tatapan terluka.
Ardi menatapnya dengan
tatapan pilu. Bagaimana tidak, adik yang dia cintai dan lindungi sedari dulu
sekarang menatapnya dengan tatapan terluka seperti itu. Ingin sekali rasanya
memeluknya erat namun Ardi menahan semua hasratnya itu.
"Udahlah Sha, udah gak
ada yang perlu diomongin. Aku pergi dulu. Istriku lagi hamil dan dia butuh
aku." Ardi berkata sambil bangkit berdiri. Lalu membersihkan celana
jeansnya dari pasir yang menempel.
Marsha hanya bergeming tanpa
bergerak sedikitpun.
"Aku pergi Sha."
Ucap Ardi dan pergi tanpa menoleh sedikitpun.
Marsha tetap tak bergerak. Duduk
diam sendiri. Merasakan dinginnya angin yang bertiup seperti menghamtamnya.
Dia menatap matahari yang
kini telah tiada terganti oleh langit gelap. Ternyata alampun berkonspirasi. Karena
kejadian itu benar-benar mirip dengan yang dia rasakan sekarang. Mataharinya
telah pergi yang ada hanyalah gelap yang mencekam di dalam hatinya. Namun apa
daya. Sama seperti matahari yang harus rela pergi agar bulan bisa menunjukan
keindahannya, Marshapun harus rela melepaskan Ardi untuk keluarganya.
Sakit. Namun ia tahu inilah
yang terbaik. Sama-sama mengawali dan sama-sama mengakhiri. Menutup buku lama
dan berharap mendapat buku baru lainnya untuk diisi dengan kisah indah lainnya.
No comments:
Post a Comment